Oleh: Immawati Arinaa Nidaaul, 2015

 

“…….Indonesia adalah surga luar biasa ramah bagi perokok
Kalau klasifikasi sorga ditentukan jumlah langit yang melapisinya
Maka negeri kita bagai maskapai rokok, sorga langit ketujuh klasifikasinya
Indonesia adalah keranjang besar
Yang menampung semua sampah nikotin………”

-Taufik Ismail-

Aroma bau tak sedap itu pun khas mengenai ujung-ujung hidung. Di setiap sudut kotapun bahkan ruangpun tatkala sepuntung rokokpun didapatnya. Bahkan hari ini isu harga rokok melambungpun sudah basi karenanya. Niscaya anak-anak muda mampu membeli hal yang serupa dan lebih mahal adanya. Yah, vapour salah satu teman rokok yang baru-baru ini juga tengah digandrungi bagi kalangan muda. Adakalanya vapour terlihat lebih elegan dengan aroma bau yang wangi dan sedap terlebih mampu dikreasikan bentuk asapnya. Lengkap sudah rasanya bahwa Indonesia adalah keranjang besar nikotin.

Rokok elektronik atau yang dikenal sebagai vapour dianggap sebagai alat penolong bagi mereka yang kecanduan rokok supaya berhenti merokok. Alat ini dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman dari produk tembakau biasa. Label “HEALTH” pun terpasang jelas pada kemasannya. Namun hingga kini keberadaannya masih menuai kontroversi dan di sebagian besar negara dianggap sebagai produk yang ilegal dan terlarang. Melihat produk vapourpun menurut saya hanya merupakan sebuah alibi saja dari produk rokok konvensional. Nyatanya namanya juga tetap sama-sama rokok. Zat yang terkandung di dalamnyapun sama-sama berbahaya.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat , FDA pada Mei 2009 lalu melakukan analisis terhadap rokok elektrik dan menguji kandungan e-cigarette dari dua perusahaan. Hasilnya adalah ditemukan adanya kandungan dietilen glikol dan nitrosamin yang spesifik dalam tembakau. Studi FDA juga menunjukkan ketidak konsistenan kadar nikotin dalam wadah dengan label yang sama. Bahkan, dalam wadah ENDS berlabel tidak mengandung nikotin masih ditemukan nikotin. “The World Health Organization” (WHO) pada September 2008 telah menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui dan tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Pada 6-7 Mei 2010 lalu, WHO kembali mengadakan pertemuan membahas mengenai peraturan terkait keselamatan ENDS dan menyatakan bahwa produk tersebut belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi. Atas pertimbangan itu, maka Badan POM menyarankan agar produk tersebut dilarang beredar, dan kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi produk alternatif rokok tersebut.

Nampak jelas jika manusia sebenranya dapat membedakan mana yang baik dan buruk baginya. Manusia lah yang menetukan untuk bersinggungan dengan yang baik atau yang buruk. Dalam Qur’an Surat Al-Baqarahpun juga telah diterangkan akan adanya larangan menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan.

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).

Budaya rokok rasanya begitu susah dihilangkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, melekat bersama kehidupan nenek moyang hingga cucu-cucunya. Menjadi sajian hangat dikala duduk dalam musim dingin. Menjadi pemecah malam kala mencekam. Menjadi penghibur lara saat tengah berduka. Tak jarang pula menjadi pengganti makan dikala lapar.

Di Indonesia sendiripun sudah jelas-jelas dalam bungkus rokok tertera tulisan ROKOK MEMBUNUHMU. Jika dihukumi, artinya sama saja seseorang yang merokok adalah seseorang yang mencoba bunuh diri dan ingin membunuh orang-orang di sekitarnya.

Masihkah para perokok disebut sebagai seseorang yang mencintai kekasihnya? Bahkan ia tak mencintai dirinya sendiri. Bayangkan saja sang perokok diam-diam mencoba membunuh dirinya bahkan merampas hak-hak hidup orang lain.

?????

Ada pula yang mengelak dan mencoba mengkaitkan dengan persoalan-persoalan ekonomi, jika pabrik rokok ditutup lantas bagaimana dengan pekerjanya?

Jika hal ini dikaitkan dengan dampak kerugiannya bukankah lebih baik menutup pabrik-pabrik rokok ketimbang mengeluarkan anggaran untuk mengobati para perokok. Seperti yang dilangsir oleh World Economic Forum (WEF) mengatakan bahwa penggunaan tembakau jadi faktor utama Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti jantung, kanker, pernapasan kronik, dan diabetes. Penyakit-penyakit tersebut dapat membebani ekonomi Indonesia hingga US$4,5 triliun atau Rp 61,3 quadrilion hingga 2030 nanti.

Peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mahasiswa khusunya dalam tingkat perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, seharusnya mampu mengontrol budaya yang sakral akan kehancuran manusia di masa datang. Rokok menjadi perihal penting yang harus senantiasa dikritisi. Sehingga para akademisi Intelektual mampu melihat lebih tajam terhadap persoalan-persoalan masyarakat yang tengah berlangsung, seyogyanya malu jika rokok masih saja diperdebatkan untuk dipertahankan bahkan sampai larut dihisap.

Kepul itu kian malam kian membumi dalam alunan diskusi tentang bagaimana memperjuangkan hak-hak rakyat, mengkritisi akan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah, mengindahkan akan perintah-perintah-Nya, mengangkat harkat dan martabat manusia, melawan kebodohan dan penderitaan. Nyatanya kepulan itu tetap saja mengotori sapuan lantai, bahkan sesekali membuat para wanita mundur beberapa langkah dari tempat duduknya.

“….Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok, Di sawah petani merokok,

di pabrik pekerja merokok,

di kantor pegawai merokok,

di kabinet menteri merokok,

di reses parlemen anggota DPR merokok,

di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,

hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,

di perkebunan pemetik buah kopi merokok,

di perahu nelayan penjaring ikan merokok,

di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,

di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,………”

_Taufik Ismail_